Kamis, 09 Februari 2012

The Fourth Kind dan Legenda Sumeria

Film "The Fourth Kind" bercerita mengenai file-file video terkait dengan kejadian aneh yang menimpa penduduk kota Nome, Alaska pada tahun 1960-an sampai ke tahun 2000-an. Fokus utama dari film ini adalah investigasi yang dilakukan oleh Dr. Abigail Tyler atas kejadian yang menimpa diri dan keluarganya serta beberapa penduduk kota tersebut. Istilah "The Fourth Kind" merujuk pada klasifikasi pertemuan dengan extraterrestrials atau makhluk asing:
Close encounter of the first kind adalah penampakan dari satu atau lebih pesawat asing (UFO). Close encounter of the second kind adalah penampakan yang disertai efek samping terhadap lingkungan: radiasi, luka bakar, kelumpuhan badan, gangguan siaran TV, hewan yang ketakutan, dan berbagai tanda fisik lainnya. Close encounter of the third kind berdefinisi penampakan/kontak dengan entitas yang terkait dan berada di dalam atau di sekitar pesawat asing (UFO), ataupun entitas asing yang dinilai mempunyai intelegensia, tanpa adanya UFO.
Sementara itu, close encounter of the fourth kind adalah penculikan manusia oleh makhluk asing (biasanya dalam keadaan tidak sadar). Close encounter of the fifth kind menggambarkan kontak bilateral manusia secara sukarela dan sadar dengan makhluk asing. Close encounter of the sixth kind menunjukkan insiden dengan makhluk asing yang mengakibatkan kematian. Dan yang terakhir, close encounter of the seventh kind adalah interaksi makhluk asing dengan manusia, sampai dengan perkawinan antar jenis, dan intervensi makhluk asing terhadap sejarah manusia.
Sebelum film "The Fourth Kind", Steven Spielberg telah membuat film "The Encounters of The Third Kind" pada tahun 1977, menceritakan dengan detail proses pertemuan manusia dengan makhluk asing. Kemudian kisah itu diulang kembali oleh Spielberg dengan cerita yang berbeda dalam "E.T.: the Extra-Terrestrial" pada tahun 1982. Konon, Presiden Ronald Reagan mengundang khusus Steven Spielberg ke Gedung Putih untuk menonton film E.T. di ruang pribadinya. Dan ketika film itu selesai, komentar sang Presiden adalah bahwa film itu sangat mendekati kenyataan. Sebuah komentar yang sangat sulit diklarifikasi oleh Spielberg kepada Reagan sampai akhir hayatnya. Tapi satu hal yang pasti, Spielberg memang menulis cerita kedua film itu berdasarkan hasil wawancara dengan orang-orang yang mengaku melakukan kontak dengan makhluk asing.
Kembali ke film "The Fourth Kind", apabila dilihat sekilas film ini hanya menunjukkan re-enactment mengenai apa yang terjadi dengan Dr. Abigail Tyler, disertai dengan metode hipnotisnya untuk mencari keterangan mengenai apa yang terjadi dengan beberapa orang di kota kecil Alaska tadi. Tapi rupanya setelah penulis mengamati secara detil, terdapat satu adegan yang menarik dari film ini. Adegan itu adalah ketika Dr. Tyler sendiri dihipnotis, dan kemudian meracau dalam bahasa yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. Bahasa itu ternyata bahasa Sumeria kuno, dan setelah diterjemahkan oleh ahli bahasa ternyata artinya adalah "I am God". Seperti disebutkan oleh sang aktor utama, Milla Jovovich pada awal film: at the end, we must choose what to believe.
Memang adegan itu hanya muncul sekilas, dan tidak terlalu diekspos secara dalam oleh produser dan sutradara film "The Fourth Kind", mungkin karena pertimbangan tertentu. Namun dengan adanya pernyataan Milla Jovovich di awal film dan juga penonjolan bahasa Sumeria yang menyebutkan kalimat itu, penulis berkeyakinan bahwa film ini berusaha untuk men-challenge keyakinan kita. Nah, untuk lebih memahami kaitannya, penulis akan mencoba menyuguhkan asal usul bangsa Sumeria.


Kebudayaan Sumeria dan Dewa-Dewanya

Bangsa Sumeria sering disebut sebagai ‘peradaban yang muncul secara tiba-tiba'. Ini karena memang kebudayaannya yang tiba-tiba muncul pada tahun 5000 SM tanpa adanya proses evolusi, seperti halnya berbagai kebudayaan dunia yang lain. Dalam berbagai buku sejarahyang saya baca sejak SD sampai SMA dulu, bangsa Sumeria selalu disebut sebagai kebudayaan manusia yang tertua, terletak di antara sungai Euphrat dan Tigris, Mesopotamia (sekarang menjadi wilayah negara Irak). Dalam waktu yang relatif singkat, kebudayaan bangsa Sumeria berkembang menjadi kebudayaan maju, yang menguasai ilmu matematika, sains, astrologi, arsitektur, agrikultur, dan diakui menjadi penemu roda, persenjataan militeristik, dan yang terpenting adalah sistem penulisan pertama di dunia. Bagaimana kebudayaan yang paling kuno dan primitif dapat memiliki pengetahuan semaju itu? Apabila ditelusuri lagi, kebudayaan-kebudayaan yang muncul sesudah itu hanya dapat mengadopsi sebagian-sebagian saja dari seluruh kebudayaan bangsa Sumeria tadi.
Penulis meyakini bahwa awal pengertian terhadap suatu kebudayaan harus diawali dengan mencari arti atau definisi dari nama kebudayaan itu. Kata ‘Sumer' berarti ‘Tempat Penguasa Cahaya'. Alasan atau logika apa yang mendasari penamaan itu? Mungkin saja ‘cahaya' disini berarti pengetahuan atau pencerahan seperti halnya dalam kebudayaan-kebudayaan yang lain di dunia. Yang menarik, bangsa Sumeria menyebut dirinya ‘ùĝ saĝ gígpe' yang diartikan sebagai ‘orang-orang berkepala besar'. Logika dibalik ini masih tak terpecahkan, karena bangsa Sumeria tak berbeda secara biologis dengan manusia lain pada periode yang sama. Oleh karena itu terdapat kemungkinan bahwa penyebutan ini menunjukkan bentuk tubuh apa yang mereka inginkan/cita-citakan, atau apa yang terkoneksi dengan mereka dengan cara tertentu, Ditambah lagi mitologi Sumeria yang menyebutkan banyak cerita mengenai peperangan antara manusia dan Dewa, interaksi antara manusia dan Dewa, serta transfer pengetahuan antara manusia dan Dewa.
Kebudayaan Sumeria sampai saat ini diakui masih sulit untuk digapai, tidak seperti kebudayaan-kebudayaan lainnya di dunia. Hal ini karena pada peninggalan-peninggalannya terdapat persilangan antara 'realitas' dan 'mitos'. Tapi pada dasarnya, kebudayaan Sumeria berdasar pada kepercayaan polytheistic yang menerangkan sebab akibat antara Dewa dan manusia. Dewa yang disembah disebut Annunaki (terkadang Ananaki) yang artinya 'mereka yang mempunyai darah bangsawan' atau juga dapat berarti putra dari langit (Anu) dan (Na) Bumi (Ki). Tapi bangsa Sumeria tidak pernah menyebut Annunaki sebagai Dewa, melainkan 'din.gir'. 'Din' berarti 'suci, murni, terang, bercahaya', dan 'Gir' lazim digunakan untuk mendeskripsikan benda yang berujung tajam. Jadi 'din.gir' dapat diartikan 'mereka yang suci dan berasal dari benda yang berujung tajam'. Julukan lainnya adalah 'Elu' yang berarti 'mereka yang di tempat tinggi' yang kemudian berevolusi ke dalam bahasa Babylonia, Assyria, dan Yahudi menjadi 'EL' - yang dikonotasikan oleh bangsa Yunani sebagai 'Tuhan'.
Bagaimana bentuk 'Dewa' Sumeria ini, dan apa peran keberadaan mereka diantara bangsa tertua dalam sejarah manusia modern?

Anu adalah Dewa utama bangsa Sumeria, Dewa Langit, Dewanya dewa-dewa. Dia adalah dewa tertinggi yang merupakan ayah dari Annunaki, mempunyai kekuatan untuk menghakimi yang melakukan kejahatan.

Enki atau Ea adalah Dewa Air, tapi lebih dikenal sebagai Dewa Pengetahuan dan Kebijaksanaan, karena Enki adalah Dewa yang mengajari manusia tentang pengetahuan. Enki berarti Lord (En) of Earth (Ki). Enki juga dikenal sebagai Dewa Kehidupan dan Pelestari, dan dilambangkan mengalirkan air dari bahunya.

Sedangkan Enlil adalah Dewa Angin atau juga sering diartikan sebagai Dewa Pemerintah, bertindak sebagai ‘Perdana Menteri' yang melaksanakan pemerintahan Annunaki di Bumi. Enlil dan Enki adalah kakak beradik.

Masih terdapat Dewa-Dewa lain dari bangsa Sumeria antara lain Ki, Anshar, Ereshkigal, Inanna, Dumuzi, Ishtar, Marduk, Nammu, Nergal, Shamash, Sin, dan Tiamat. Namun Anu, Enki, dan Enlil adalah tiga Dewa utama dari mitologi Sumeria. Ketiganya dipuja oleh bangsa Sumeria di bangunan bernama Zigurrat.

Enki, Prometheus yang sebenarnya
Menurut mitologi Yunani, Prometheus adalah Dewa yang mencuri api dari Zeus dan memberikannya ke manusia, dimana api merupakan lambang dari pengetahuan. Prometheus dianggap sebagai simpatisan manusia dimana dia menentang Dewa-Dewa yang lain dan mengajarkan pengetahuan yang terlarang untuk manusia. Seperti halnya Enki, yang disebut sebagai Dewa Pengetahuan dan Kebijaksanaan. Enki adalah salah satu pemegang kunci pengetahuan yang disebut ME, yang mengandung rahasia teknologi, pengembangan kemasyarakatan, agrikultur, dan lain-lain.
Tablet yang menggambarkan transfer pengetahuan Dewa (di bagian luar) ke manusia (raja di bagian dalam), semuanya mengelilingi Pohon Pengetahuan (tengah)

Tablet di atas adalah dari kebudayaan Assyrian (turunan dari Sumeria) yang menggambarkan Dewa-Dewa Anunnaki di bagian luar dan manusia di bagian dalam. Menurut para sejarawan, Enki digambarkan sebagai salah satu Dewa di kiri atau kanan, memberikan kehidupan untuk manusia, menyediakan pencerahan spiritual dengan Pohon Pengetahuan yang berada di tengah-tengah. Semua dengan dilindungi oleh Anshar (Dewa yang terbang) dari atas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Enki memberikan pengetahuan dan pencerahan kepada umat manusia. Penggambaran Pohon Pengetahuan yang ditransfer oleh Enki ke manusia sering digambarkan sebagai ular kembar (seperti tablet di atas). Pada ilmu pengetahuan modern, ular kembar inilah yang digunakan sebagai lambang pengobatan (ilmu kedokteran). Tapi yang anehnya, bentuknya juga mirip dengan DNA manusia.


Dari kemiripan Pohon Pengetahuan dengan struktur DNA manusia tersebut, banyak peneliti dan sejarawan yang menyimpulkan bahwa ‘Dewa' itulah yang dipercaya bangsa Sumeria menciptakan manusia pertama, bernama Adapa, pada saat mereka 'datang' ke Bumi 400.000 tahun yang lalu.
Tapi apakah kebetulan juga bahwa dalam DNA manusia terdapat 223 gen yang tidak ditemukan dalam DNA semua makhluk hidup lain yang ada di permukaan bumi? Seolah ke-223 gen itu muncul tiba-tiba tanpa asal muasal. Inilah yang benar-benar disebut kalangan ilmuwan sebagai "missing link". Di antara 30.000 gen manusia, jumlah 223 memang terkesan sangat kecil, bahkan tidak mencapai satu persen. Tapi 223 gen itulah yang membedakan manusia dengan simpanse.
Lebih detil lagi berdasarkan apa yang tercantum dalam tablet-tablet peninggalan Sumeria, Enki-lah yang menjadi biological designer, bertanggung jawab menyilangkan DNA manusia dengan DNA 'Dewa'. Tujuannya, berdasarkan tablet-tablet tersebut rupanya Annunaki ingin menciptakan ras pekerja/budak yang dapat bekerja mengeksploitasi kekayaan bumi untuk mereka. Sebelum adanya ras pekerja itu, kaum Annunaki harus mengerjakan semuanya sendiri.

When the gods like men
Bore the work and suffered the toil-
The toil of the gods was great,
The work was heavy, the distress was much
(dari salah satu tablet peninggalan Sumeria)

Rupanya muncul keresahan di antara kaum Annunaki, yang hampir berujung pada pemberontakan. Untuk mencegah itu, maka Enlil meminta Enki untuk membuat ras pekerja yang mudah diatur dan dikendalikan. Para pekerja itu sengaja tidak diberikan pengetahuan yang memadai, sehingga selalu menuruti perintah Enlil. Para pekerja itulah yang membangun piramid dan Sphinx (dengan kepala singa, sebelum penduduk Mesir mengganti kepala Sphinx yang hancur akibat banjir besar dengan wajah Pharaoh pada sekitar 3000 SM).

Enki (duduk) menciptakan manusia pertama

Namun seperti halnya mitologi Prometheus di Yunani, rupanya Enki merasa kasihan dengan kaum pekerja itu yang tidak mempunyai kebebasan spiritual. Akhirnya kurang lebih pada 5000 SM, setelah ratusan ribu tahun para 'Dewa' menguasai Bumi dan manusia, Enki membuka Pohon Pengetahuan supaya manusia dapat mempelajarinya, meski 'Dewa-Dewa' yang lain menentangnya. Itulah yang menyebabkan kebudayaan Sumeria tiba-tiba menjadi maju dan menguasai berbagai teknologi, kemudian ditularkan ke kebudayaan-kebudayaan yang muncul sesudahnya. Sebuah hipotesis yang masih diperdebatkan hingga kini.

Enki dan Pohon Pengetahuan dalam berbagai kebudayaan, tradisi, serta religi
Penggambaran ular dalam Pohon Pengetahuan juga terdapat dalam berbagai kebudayaan, misalnya Mesir dan Yunani. Banyak peneliti meyakini bahwa Thoth (Dewa Mesir) adalah anak dari Enki, atau malah Enki sendiri. Bagi mereka yang mempelajari budaya Mesir dan Yunani pasti mengetahui bahwa Thoth adalah nama lain dari Hermes (Dewa Yunani), dengan nama Hermes Trismegistus. Dia mewarisi sebuah tongkat (disebut caduceus) dari Enki yang bentuknya sama dengan Pohon Pengetahuan.

Konon tongkat tersebut diwariskan turun temurun berbagai generasi, akhirnya yang terdokumentasi adalah ketika Musa menggunakan tongkat tersebut untuk menghadapi Pharaoh Ramses. Berbagai peristiwa tercatat dalam Injil dan Al-Qur'an, antara lain tongkat itu berubah menjadi ular besar dan memakan ular kecil-kecil milik dukun-dukun Pharaoh, juga Musa menggunakan tongkat itu untuk membelah Laut Merah ketika exodus dari Mesir. Apakah istilah ular besar dan ular kecil itu merupakan simbolisasi bahwa penguasaan pengetahuan Musa jauh lebih maju dari dukun-dukun Pharaoh? Hal ini masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Selain Yunani dan Mesir, hubungan antara penggambaran ular dan transfer pengetahuan dari 'Dewa' kepada manusia rupanya juga terdapat di agama Buddha dan Hindu. Dikisahkan bahwa Siddharta Gautama, sang Buddha, setelah mendapatkan pengetahuan dan pencerahan spiritual selalu digambarkan dengan dipayungi/dilindungi oleh ular raksasa yang berada di belakangnya. Sementara di agama Hindu, ular (disebut nāga) merupakan bentuk keseimbangan alam. Dia merupakan pelindung dan pembawa kemakmuran, tapi juga dapat menimbulkan bencana seperti banjir dan kekeringan jika manusia tidak memperlakukannya dengan baik. Dapat menjadi analogi dari pengetahuan juga bukan?
Demikian pula pada kebudayaan-kebudayaan lain seperti

Annunaki dan banjir besar
Kita semua sudah tak asing dengan kisah banjir besar Nabi Nuh (dalam Al-Qur'an) atau Noah dalam kitab Injil. Dan kita juga mengetahui bahwa legenda banjir besar itu juga tersebar luas dalam berbagai kebudayaan di dunia, misalnya di China, Indochina, India, Indonesia, Australia, Andaman Islands, New Zealand, Malaysia, Yunani, Jerman, Irlandia, Finlandia, Amerika (Aztec, Caddo, Hopi, Maya, Inca, Mapuche, Menominee, Mi'kmaq), Polynesia, dan lain-lain. Namun dari semua kebudayaan itu, tidak ada yang menonjolkan satu tokoh manusia tertentu seperti halnya dalam Injil atau Al-Qur'an.
Ternyata, sebuah tablet peninggalan Sumeria yang dibuat sekitar tahun 1700 SM menceritakan kisah seorang tokoh manusia bernama Ziusudra yang diberi informasi oleh Enki bahwa akan terjadi banjir besar yang menenggelamkan seluruh Sumeria, dan Enki memerintahkannya untuk membuat kapal raksasa yang dapat mengangkut sebanyak-banyaknya orang. Dikisahkan bahwa Enlil mengetahui bagaimana banjir tersebut akan terjadi, namun memilih untuk diam karena dia memang berniat untuk menghapus peradaban Sumeria berikut penduduknya. Dari tablet-tablet itu pula dikisahkan bahwa waktu itu di Sumeria sudah banyak orang-orang hasil perkawinan antara kaum Annunaki dengan manusia.
Kaum "campuran" ini berukuran raksasa, dan bersifat memberontak terhadap Enlil. Menyadari bahwa kaum tersebut adalah suatu kesalahan yang membahayakan Annunaki, Enlil sengaja mendiamkan ketika akan terjadi banjir besar, dengan harapan semua kaum tersebut akan mati bersama dengan seluruh manusia yang telah diberikan pengetahuan oleh Enki. Enki sendiri sependapat dengan Enlil mengenai kaum "campuran" itu, namun ia tidak setuju apabila manusia juga ikut dimusnahkan. Oleh karena itu, iapun memberitahu salah satu manusia yang bernama Ziusudra tadi supaya membuat kapal raksasa. Akhirnya banjir besar pun terjadi dan peradaban Sumeria beserta kaum "campuran" musnah, kecuali Ziusudra dan pengikutnya. Apakah Ziusudra adalah Nabi Nuh atau Noah? Inilah yang belum terpecahkan, tapi yang jelas tablet Sumeria itu dibuat jauh sebelum munculnya Kitab Injil ataupun Al-Qur'an.

Sumeria dan Akhir Zaman
Dari tulisan di atas, penulis ingin menekankan betapa eratnya kaitan budaya Sumeria dengan kebudayaan-kebudayaan dunia pada era setelahnya, termasuk dengan agama-agama yang dianut manusia sampai saat ini. Tentu saja hal ini terlepas dari apakah Sumeria sendiri benar-benar dipengaruhi oleh para 'Dewa' atau Annunaki - yang ditengarai berasal dari 'langit'- itu atau tidak.
Tapi berbicara mengenai Annunaki, bangsa Sumeria percaya bahwa mereka akan kembali lagi ke Bumi suatu saat nanti, tapi tidak tahu kapan. Keyakinan bangsa Sumeria mengenai kedatangan kembali Annunaki hal ini juga sedikit banyak mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan yang muncul setelahnya. Apakah kedatangan mereka itu adalah pertanda akhir jaman seperti yang dilukiskan dalam Al-Qur'an dan Injil? Dalam kedua kitab itu, disebutkan bahwa salah satu pertanda kiamat adalah munculnya bangsa Ya'juj dan Ma'juj (dalam Al-Qur'an) atau Gog dan Magog (dalam Injil). Benar atau tidaknya, hanya waktu yang dapat membuktikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Statistik